Minggu, 20 Juni 2010

Setelah Pengakuan


Salah satu keberhasilan terbesar saya dalam hidup adalah ketika saya mengakui bahwa saya gagal. Sesuatu yang begitu pahit untuk diterima sebagai sebuah keberhasilan memang. Tapi, demikianlah saya menilai 21 tahun dari umur saya yang telah menjadi masa lalu. Jika umur manusia dipukul rata berakhir pada tahun ke-65, berarti sepertiga hidup saya hanya sanggup menghasilkan karya yang gagal.

Sempat saya meneulusuri setiap tapak kegagalan itu, dan tak ada satu pun yang bisa saya temui melainkan andai-andai yang kemudian  mengikat saya dalam lelapnya berkhayal. Dan setelah semua lewat, bahkan angan-angan seperti sudah kehilangan tempat, yang tersisa adalah sesuatu yang begitu lapang dalam jiwa saya.

Apakah kelapangan ini hanyalah sesuatu yang semu? Entahlah. Mungkin semua bermula ketika sebelumnya saya lebih memilih untuk mengangggap semua berjalan baik-baik saja. Tanpa saya sadari, pilihan itu seperti menggumpalkan diri dan mengendap dalam diri saya sebagai sesuatu sekat yang menyesak. Dan sekarang semua pergi. Jiwa saya seperti dilahirkan kembali.  Apakah ini hanya sesuatu yang semu? Entahlah.

Masih ada waktu untuk menjadikan segalanya baik. Namun, saya tak pernah pungkiri bahwa benih-benih gagal selalu siap untuk menyelinap masuk. Dan selalu saja, masa depan adalah sesuatu yang senantiasa misteri: saya bisa berhasil sebagaimana saya mungkin gagal untuk yang kesekian kali.

Dan tentu saja tidak butuh menunggu 20 tahun lagi untuk menerima keputusan kedua. Karena kematian adalah hasil final segala usaha. Dan kematian itu tak pernah jauh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk mengurangi spam komentar, sahabat diminta melengkapi langkah verifikasi kata. Agar dimaklumi.