Sabtu, 31 Juli 2010

Mbah Gondrong

Aku tak percaya bahwa pada akhirnya jodohku ditentukan seorang peramal. Apakah Tuhan sudah kelabakan mengurus jodoh manusia hingga sebagian tugasnya mesti didelegasikan kepada para peramal? Disebabkan aku takut dosa, maka aku tak ingin percaya pertanyaanku barusan. Tapi, kalau sekedar bertanya ,kukira tak mengapa. Karena bertanya tidak membuatmu berdosa bukan? Setidaknya begitu menurut penulis 'Curhat Setan' mengawali bukunya.

Ah, peduli amat dengan yang dikatakan orang. Yang menjadi fokusku saat ini adalah Mbah Gondrong yang sedang mengocok kartu di hadapanku di tengah suasana yang menurutku agak mencekam. Mungkin saja keadaan seperti ini disebabkan kharisma si Mbah yang begitu kuat seperti yang dikatakan temanku. Tapi aku lebih percaya bahwa suasana yang sengaja diset serba hitam dengan pencayaan temaramlah biang keladinya.

Ah, persetan dengan suasana. Kartu yang dikocok si Mbah seperti pilihan-pilihan yang saling berhimpitan, dan aku harus siap dengan apa pun kartu yang terpilih nantinya.

"Umurmu berapa?" Ini adalah pertanyaan Mbah yang kedua setelah beberapa menit yang lalu Si Mbah menanyakan nama dan maksud kedatanganku.

"Tiga tujuh, Mbah." Aku menjawab dengan suara yang sengaja aku takzim-takzimkan. Takut kalau tidak begitu dia akan tersinggung.

"Hm... hari lahirmu?"

"Hari Kamis, kira kira jam satu, Mbah."

"Maksudku menurut penanggalan Jawa!"

"Oh, maaf Mbah. Kalau tidak salah malam Jumat Kliwon, Mbah."

Kulihat Mbah Gondrong geleng-geleng kepala seperti menyesali sesuatu. Mendadak jantungku berdebar. Memangnya ada yang salah dengan malam Jumat Kliwon?

"Awal yang buruk! Kombinasi angka 37 dengan malam Jumat Kliwon mengarah pada suatu yang akan membuat kamu berpikir ulang, apa pun itu hasilnya. Berdoalah, supaya kamu beruntung!"

Bajingan! Memangnya aku kesini mau mencari nomor buntut apa? Tanpa merasa bersalah, Si Mbah mulai menderetkan kartu yang sudah 'masak' di depan meja panjang berbalut kain hitam yang memisahkan kami.

"Silahkan kamu ambil salah satunya."

Tanpa menunggu lama aku langsung menyambar yang paling dekat dariku. Si Mbah lalu merebut kartu itu dari tanganku. Di wajahnya tergurat rasa tidak suka. Ah, mungkin aku dipikirnya terlalu gegabah barangkali.

Segera setelah mengintip kartu yang kupilih, tatapan Mbah Gondrong langsung berpindah padaku. Aku yakin sekali, ketika dia menatapku dia seperti melihat orang paling malang yang pernah lahir di dunia. Lalu dia melempar kartu itu di atas meja. Sebuah kartu Jack dengan pohon keriting tergambar jelas di kartu itu.

"Sudah kuduga, nasibmu begitu memprihatinkan." Tanpa peduli perasaanku, dia terus menafsirkan makna di balik kartu itu. "Tadi sudah kubilang, padanan antara Jumat Kliwon dengan angka tiga tujuh adalah pertanda buruk. Ditambah kartu Jack saja hidupmu luar biasa buruk. Apalagi kartumu adalah Jack keriting, maka kukatakan saja bahwa hidupmu termasuk kategori hidup yang maha buruk."

Si Mbah tanpa rasa bersalah sedikit pun hanya manggut-manggut sambil menyisir janggut panjang semerawutnya dengan jari-jarinya. Kemudian dia berkata: "Kau tak akan berjodoh dengan siapa pun hingga satu bulan menjelang ajalmu!"

Aku kehilangan kata-kata. Jika dadaku adalah lautan, maka lautan itu pastilah sudah mendidih. Jika otakku adalah bola kaki, pastilah bola itu sudah pecah. Di pikiranku hanya berkecamuk dua hal: tetap di sana dan menonjok mulut kotor Si Gondrong, atau segera beranjak dan menampar temanku yang telah menyarankanku datang ke tempat keparat ini.

Dan aku sudah hampir menjatuhkan pilihan kalau saja Mbah Gondrong tidak menahanku dengan kalimat yang sebenarnya juga kutunggu: "Kecuali jika kau mau melakukan satu hal!"

Si Mbah waktu itu pasti baru saja sadar bahwa dia telah melukai perasaan seorang perawan tua, sehingga harus segera memperbaikinya dengan memberiku sebuah harapan. Mendadak, wajahnya berubah seperti tak pernah kukenal sebelumnya.

Dengan penuh harap aku menunggu apa pun kata-kata yang akan meluncur dari mulut si Mbah. Dengan wajah berbinar dan penuh suka cita, dan sekali lagi, tanpa rasa bersalah, si tua bangka bau tanah itu akhirnya berkata: "Kau harus bersedia jadi istriku!"

4 komentar:

  1. Hahahahahaha keren!!!
    Mbah Gondrong si kucing garong.
    Like it!!!

    BalasHapus
  2. hahahaha lucu! Bagus, Mas! Twist-nya oke banget, setelah dimainin sama ramalan buruk, perasaan kesel, gak percaya, eh taunya.. Satu kalimat terakhir yang oke banget.

    BalasHapus
  3. oiya, ini link janji jumat-ku yang telat banget: http://thedreamrobber.wordpress.com/2010/08/02/ramalan-jodoh/

    BalasHapus
  4. @ angel dan dhika:

    makasih... makasih... (sambil membungkukkan badan kayak orang jepang)

    BalasHapus

Untuk mengurangi spam komentar, sahabat diminta melengkapi langkah verifikasi kata. Agar dimaklumi.